Memperkuat surveilans TB untuk mempercepat Indonesia menuju eliminasi
Taruhan bola – Indonesia terus menghadapi tantangan dalam memerangi tuberkulosis (TBC), terutama dalam mengidentifikasi dan melaporkan setiap kasus. Meskipun ada kemajuan, setidaknya satu dari empat orang dengan TB masih belum dilaporkan atau tidak terdiagnosis, sehingga masih ada lebih dari 140.000 orang yang tidak terdiagnosis pada tahun 2023.
Terdapat kesenjangan dalam pelaporan dari fasilitas kesehatan swasta, pengiriman data yang tidak konsisten dari puskesmas, integrasi infrastruktur digital yang terbatas, dan surveilans yang kurang optimal di antara kelompok rentan seperti anak-anak, orang yang hidup dengan HIV, dan mereka yang berada di lembaga pemasyarakatan. Ditambah dengan sumber daya manusia yang terbatas, tata kelola kesehatan yang terdesentralisasi dan tidak adanya sistem registrasi vital nasional, tantangan-tantangan ini dapat memperlambat kemajuan Indonesia dalam mengeliminasi TBC pada tahun 2030.
Dengan jumlah kasus TB tertinggi kedua di dunia, Indonesia telah bekerja keras untuk mengejar ketertinggalannya.
Pelaporan yang tidak tepat waktu telah meningkat secara signifikan, turun dari 41% di tahun 2017 menjadi 16% di tahun 2023, dan diagnosis yang tidak tepat telah sedikit menurun dari 18% menjadi 14%. Sistem surveilans TB yang utama di Indonesia, yaitu Sistem Informasi TB (SITB), saat ini telah diintegrasikan ke dalam platform kesehatan nasional yang disebut Satu Sehat, yang bertujuan untuk merampingkan pengumpulan data dan meningkatkan koordinasi antar layanan kesehatan.
Untuk menilai dan meningkatkan sistem surveilans dan registrasi TB di Indonesia, Indonesia melakukan Tinjauan Epidemiologi TB 2025.
Dipimpin oleh Program TB Nasional Indonesia dan Badan Litbangkes, tinjauan ini menggabungkan pertemuan online dengan kunjungan langsung ke fasilitas kesehatan. Pada minggu pertama, dilakukan diskusi virtual dengan para pemangku kepentingan dari Kementerian Kesehatan, Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan, BPJS Kesehatan, kelompok komunitas TB dan para ahli. Hal ini diikuti dengan kunjungan lapangan ke Jakarta pada tanggal 27 Mei hingga 4 Juni 2025, di mana tim terlibat langsung dengan petugas kesehatan di garis depan dan mengamati bagaimana fasilitas kesehatan beroperasi dalam praktiknya.
Tim Tinjauan Epidemiologi TB 2025 mengunjungi Puskesmas Setiabu di, Jakarta Selatan, dan berdiskusi dengan petugas laboratorium mengenai pencatatan diagnosis TB. Kredit: WHO/Yoana Anandita
Dengan menggunakan daftar periksa standar dan tolok ukur WHO, tinjauan ini memeriksa seberapa konsisten kasus TB didefinisikan, seberapa lengkap data yang tersedia dan seberapa baik sistem menangkap informasi tentang populasi yang rentan. Tim meninjau dokumen-dokumen penting, menganalisis data dan mengunjungi berbagai fasilitas kesehatan – baik publik maupun swasta, dan di berbagai tingkat layanan.
Termasuk di dalamnya fasilitas yang merawat anak-anak, orang dengan HIV dan pasien TB yang resistan terhadap obat.
Temuan menunjukkan bahwa Indonesia telah membuat kemajuan yang berarti. Kualitas data telah meningkat, semakin banyak fasilitas kesehatan yang menggunakan sistem SITB, dan pelaporan kasus TB kini terhubung dengan sistem asuransi kesehatan nasional melalui E-Klaim.
Surveilans pada anak dan orang yang hidup dengan HIV juga telah diperkuat. Akan tetapi, masih ada beberapa tantangan yang harus dihadapi. Belum semua fasilitas kesehatan terhubung dengan sistem digital, pelaporan masih dilakukan secara manual.
ntuk beberapa daerah, sistem registrasi vital nasional belum lengkap dan sistem registrasi vital nasional belum berfungsi dengan baik.
Kesenjangan ini memiliki konsekuensi nyata. Ketika penderita TB tidak terdeteksi, mereka tidak mendapatkan pengobatan yang mereka butuhkan, dan penyakit ini akan terus menyebar.
Tanpa data yang lengkap dan dapat diandalkan, akan lebih sulit untuk mengalokasikan sumber daya secara efektif dan mengukur dampak dari program penanggulangan TB. Mengatasi masalah ini sangat penting bagi Indonesia untuk mencapai tujuan Strategi Akhir Tuberkulosis pada tahun 2030.
Dalam sesi pembekalan di Jakarta, Marek Lalli dari Global TB Programme WHO mengatakan bahwa “data yang dapat diandalkan merupakan tulang punggung program TB yang efektif,” dan memuji kemajuan yang telah dicapai serta mendorong agar program ini terus dilanjutkan.
Ina Agustina Isturini, Direktur Penyakit Menular di Kementerian Kesehatan, juga menyampaikan hal yang sama. “Temuan ini sejalan dengan prioritas nasional kami dan kami berkomitmen untuk memperkuat sistem data TB, menutup kesenjangan program dan memastikan tidak ada yang tertinggal dalam upaya kami untuk mengakhiri TB di Indonesia. esia,” katanya.
Temuan dari tinjauan ini akan memainkan peran penting dalam menentukan langkah Indonesia selanjutnya. Temuan-temuan tersebut akan menjadi bahan untuk memperbarui Rencana Strategis TBC Indonesia dan memandu Misi Pemantauan Eksternal Bersama TBC yang akan dilaksanakan pada bulan Agustus 2025. Dengan berinvestasi pada sistem data yang lebih baik, melibatkan semua bagian dari sektor kesehatan dan berfokus pada mereka yang paling berisiko, Indonesia akan terus melangkah maju untuk mengeliminasi TB.
Program TB WHO di Indonesia didukung oleh Gates Foundation dan Global Fund.